Mary and the Witch's Flower (2017)


Mary Smith menatap rumah bibi buyutnya, Charlotte, dan hamparan alam yang sebenarnya cukup indah di hadapannya dengan pandangan menerawang. Dia sedang merasa bosan dan bersedih karena belum memiliki teman di desa Redmanor, desa di mana dia baru saja dipindahkan. Orang tuanya masih harus menyelesaikan beberapa pekerjaan sehingga terlambat datang.
Mary mendesah, lalu menikmati roti yang dibawakan Bibi Buyut Charlotte saat seekor kucing berwarna hitam legam muncul dari balik susunan batu bata di mana Mary duduk. Matanya hijau seperti zamrud.
Kucing itu berjalan mendatangi Mary sambil mengeong pelan.
Mary menoleh. Spontan, tangannya mencuil roti yang ada di tangannya dan mengulurkannya pada kucing itu.
“Mau?” Dia berkata.
Kucing itu melompat naik ke tempat Mary duduk dan mendekati tangan Mary. Lalu dia memakan roti itu pelan-pelan.
“Enak? Syukurlah kalau kau suka,” kata Mary.
Mary menghabiskan sisa roti di tangannya sambil mengemasi kotak rotinya dan memasukkannya ke dalam tas yang dibawanya.
Mary kemudian menatap kucing itu dan berkata, “Pasti menyebalkan ya menjadi kucing hitam? Semua orang menganggapmu sebagai lambang nasib sial.”
Kucing hitam itu membalas tatapan Mary dengan muka datar.
“Tapi aku juga sama, kok…” Mary melanjutkan.
Mary memegang rambutnya yang berwarna merah dan keriting dan dikuncir di kiri dan kanan.
“Aku punya rambut berwarna merah dan keriting… dan aku tidak punya teman makan siang…” lanjut Mary dengan wajah murung. Dia memang tidak suka dengan rambutnya.
Mary kemudian turun dari susunan batu bata tempatnya duduk, merebahkan tubuhnya ke belakang, dan menikmati lembutnya rumput tebal. Matanya tertuju ke langit. Kedua tangannya dibuka lebar-lebar seakan ingin memasukkan udara segar pedesaan sebanyak-banyaknya ke paru-parunya.
“Aku ingin membantu semua orang tapi selalu saja gagal…”
Mary terdiam sejenak. “Aku bahkan ragu, apakah hal baik akan pernah terjadi dalam hidupku…”
Kucing hitam itu menguap, lalu membalikkan tubuh dan melompat turun.
Mary mengangkat tubuhnya. “Hei, tunggu. Aku belum selesai bicara.”
Tapi kucing hitam itu seperti tidak peduli. Dia berjalan perlahan menuju sebuah pohon kecil dengan gundukan semak di bagian bawahnya. Saat kucing itu keluar di sisi lain dari gundukan semak di bawah pohon itu, Mary terbelalak…
“Hei… kenapa bulumu berubah warna menjadi abu-abu…?!” Mary berteriak.
Kucing hitam – yang sudah berubah warna menjadi abu-abu – itu mendadak berlari menjauh.
Mary bangkit berdiri. Sambil meraih tasnya, dia berlari mengikuti kucing itu. Rasa penasaran memenuhi hatinya.
Mary terus mengikuti kucing itu hingga sampai ke pinggir sebuah hutan. Saat Mary memperhatikan kucing itu lagi, dia kembali terkejut.
“Wah, sekarang berubah hitam lagi…?!”
Kucing itu berhenti sejenak untuk berbalik dan menatap Mary. Sesaat kemudian, kucing itu melompat memasuki hutan. Mary terpana tapi segera berlari menyusul kucing itu. Dia belum pernah ke hutan dan dia takut tersesat. Tapi dia penasaran. Dengan mengikuti kucing itu, setidaknya ada harapan bahwa kucing itu akan keluar lagi meninggalkan hutan.
Mary kehilangan kucing itu. Tapi dia terus berjalan hingga akhirnya sampai di sebuah tempat terbuka.
Mary terheran-heran. Semua pohon di tempat itu mati dan kering. Rumput-rumputnya pun berwarna coklat.
Agak di tengah, Mary melihat dua ekor kucing sedang menatapnya dari atas batang pohon yang kering dan mati. Mary tersenyum.
“Oh, aku tahu. Kalian sebenarnya ada dua,” kata Marry senang.
Kucing itu kemudian berbalik membelakangi Marry dengan ekspresi gusar. Mary maju ke depan untuk melihat lebih jelas apa yang sedang mereka berdua hadapi.
Mata Mary terbelalak.
Di hadapannya, ada sebidang tanah kecil yang ditumbuhi rumput hijau yang membentuk sebuah lingkaran. Dan di bagian tengahnya, ada beberapa tangkai bunga berwarna ungu yang sedang mekar. Bunga itu memancarkan cahaya terang. Cantik sekali.
Mary berjalan mendekat. Tangannya hendak meraih bunga itu.
Kucing-kucing di belakangnya menggeram marah.
Mary menengok ke belakang ke arah kucing-kucing itu…

***

Bagaimana cerita selengkapnya? Tonton ‘Mary and the Witch’s Flower’. Tentu dengan subtitle dari saya.